Membesarkan Generasi Juara (#2)

Pendidikan sekolah untuk anak-anak di Jepang termasuk yang terbaik di dunia. Saya tadinya kurang begitu concern (memperhatikan) dan interest (tertarik), sampai saat harus menyekolahkan kedua anak saya di Jepang. Sehingga, begitu keluarga saya boyong ke Jepang untuk menyertai saya selama menempuh studi doktoral di Tokyo Institute of Technology, saya cepat bersiap-siap untuk mengantar anak-anak ke sekolah dekat rumah.

Tulisan ini agak sedikit panjang. Silakan lompat pada sub judul yang perlu dibaca:

Survey Sekolah

Sebelum kedatangan keluarga, saya sudah survey terlebih dahulu sekolah-sekolah yang akan dimasuki. Yang disurvey adalah lokasi dan penampakan gedung sekolah dari luar pagar, hehehe. Hal ini juga menjadi pertimbangan ketika mencari rumah (apato/apartemen) untuk tinggal dengan keluarga. Saya memilih apato yang jaraknya dekat dengan sekolah, SD(小学校 = shogakko)dan SMP (中学校 = chugakko). Karena anak saya yang pertama, mungkin tidak sampai 1 tahun di SD (kelas 6) selanjutnya akan masuk SMP.

Di Jepang, anak SD dan SMP tidak boleh diantar, dan tidak boleh bawa kendaraan (sepeda), apalagi sepeda motor. Haram hukumnya. Alangkah bebasnya Indonesia ya… anak SD sudah bawa sepeda motor, padahal belum mahir,  belum cukup umur dan tinggi badan. Anak SD Jepang berangkat sekolah berbaris berkelompok dengan teman-teman yang rumahnya berdekatan. Oh,… pantas saja sekolah yang akan dimasuki anak-anak diatur oleh kantor walikota, karena akan disesuaikan dengan jarak ke rumah.
kembali ke atas

Menjatuhkan pilihan

Sampailah pilihan saya pada kota kecil di perbatasan Tokyo. Saya memilih kota yang tidak terlalu jauh dengan kampus, yang dapat dicapai dengan bersepeda kurang dari setengah jam. Jadi kalau saya berangkat ke kampus, saya melewati 3 kota sekaligus, yaitu Yamato, Tokyo dan Yokohama, karena kebetulan posisi kampus dan apato juga sama-sama di dekat perbatasan kota. Kelihatannya jauh ya,… bersepeda melintasi 3 kota, hehehe. padahal cuma sekitar 3-3.5 km.

Jadi, pertimbangan memilih apato yang sekarang saya tempati, adalah karena jaraknya ke sekolah dekat, jarak ke kampus pun tidak terlalu jauh. Kalau urusan memilih sekolah, untuk Jepang semua sekolah negeri dijaga standardnya, dari segi kualitas bangunan, fasilitas, guru, dan dukungan pemerintah kota, sehingga orang tidak pusing pilih-pilih kualitas. Beda dengan di Indonesia, orang berebut memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah favorit walaupun rumahnya di ujung kota.
kembali ke atas

Fasilitas yang Sama di semua Sekolah Negeri

Di Jepang, bangunan sekolah semuanya mirip, dan semuanya memiliki fasilitas yang sama dan lengkap, mulai dari ruang kelas, dapur memasak makan siang, perpustakaan, ruang olahraga indoor/aula/serbaguna, kolam renang dan lapangan. Untuk SMP, ditambah lagi ruang olahraga khusus club (ekstrakurikuler). Tiap sekolah sama fasilitasnya, ada kolam renang!

Karena tidak sabar untuk memasukkan anak-anak ke SD dekat rumah, sebelum keluarga datang ke Jepang, saya sudah menemui kepala sekolah. Sayangnya kepala sekolah tidak bisa bahasa Inggris, tapi Alhamdulillah beberapa guru kelas 6 bisa bahasa Inggris, sehingga saya cukup terbantu. Dari pertemuan awal, saya diberitahu bahwa urusan masuk sekolah diatur oleh kantor walikota, bagian pendidikan. Wah,… di sini serba teratur ternyata. Saya diminta datang ke kantor walikota, ke bagian pendidikan saat anak-anak sudah ada di Jepang. Oh, ternyata begitu prosedurnya…. なるほど(Naruhodo=baru tahu).
kembali ke atas

Mendaftar Sekolah

Sampailah saat yang ditunggu tiba. Keluarga sampai di Jepang, tentu saja saya jemput ke Indonesia, hehehe. Selang 2 hari, setelah dirasa cukup istirahatnya, saya bawa keluarga ke kantor walikota (市役所 = shiyakuso/balaikota). Yang harus dilakukan antara lain adalah pendaftaran penduduk  (sebagai penduduk sementara jangka menengah/mid term resident), agar dicatatkan alamat rumah pada residence card (KTP) yang diterima saat melewati imigrasi bandara.

Setelah itu, pendaftaran sekolah. Kebetulan berada di gedung yang sama, sehingga tidak merepotkan. Waktu saya datang, karena tidak bisa berbahasa Jepang (walaupun sudah belajar sampai J2), didatangkan seorang volunteer penerjemah untuk saya.

Yang penting ditanyakan kepada saya adalah tanggal lahir anak-anak, untuk di-assign ke kelas berapa. Saya sudah prediksi bahwa anak saya akan masuk ke kelas 2 dan 6. Anak pertama sebenarnya baru lulus SD di Indonesia, tapi saya rasa tidak ada salahnya mengulang kelas 6 di Jepang, sekalian belajar bahasa, dan nanti dapat ijazah. Kan keren, lulusan SD Jepang, hehehe.

Perhitungan awal tahun ajaran kelas 1 bagi anak-anak, adalah tanggal 1 April. Barang siapa lahir setelah itu (misalnya 2 April) dan usianya belum genap 6 tahun pada 1 April, akan ditolak masuk SD di Jepang (kayak KUHAP).  Tidak ada sistem fuzzy di sini,… 6 tahun kurang 1 hari tetap ditolak.

Oleh karena itu saya langsung yakin kalau anak saya yang pertama harus mengulang kelas 6 SD. Dan anak yang kedua akan masuk kelas 2, walaupun nantinya tidak full 1 tahun (karena baru masuk Juni, sekitar tanggal 30 Juni 2014).
kembali ke atas

Penentuan Rapat dengan Sekolah

Alhamdulillah sekolah yang dipilih kantor walikota sesuai dengan harapan sebelumnya, karena dekat dengan apato tempat tinggal. Saat itu juga baru ditentukan jadwal untuk rapat dengan sekolah, yang akan dihadiri oleh orang tua, anak, perwakilan sekolah (kepala sekolah, calon guru walikelas, guru BP, administrasi sekolah), dan perwakilan bagian pendidikan (education board) kota, dan penerjemah yang ditunjuk oleh kantor walikota.

Saya agak terheran-heran, kenapa pakai rapat segala? kan sudah ditentukan, sekolahnya yang mana, kelas berapa. Kan tinggal menghadap lagi sama bapak kepala sekolah? Kan dulu sudah janjian sebelum keluarga datang? kan.. ? kan…?

Ini Jepang….. semua serba terencana. Terorganisir dengan baik. Kami pun mencocokkan jadwal. Petugasnya sibuk nelponin sekolah, untuk minta jadwal rapat. Sugoi desune… (mantab…).
kembali ke atas

Rapat Private dengan Sekolah

Saat hari yang ditentukan untuk rapat, kami sekeluarga datang, tepat waktu (jangan sampai ngaret,… ini Jepang….hehehe). Rupanya walaupun tepat waktu, anggota rapat yang lain sudah menunggu.. Warbyasah (luar biasa…). Jadi salah tingkah deh.

Pada rapat tersebut, ternyata ada banyak hal yang didiskusikan. Oh….. baru tahu ternyata ini gunanya rapat koordinasi dengan sekolah, supaya kita dapat mempersiapkan segala sesuatunya demi kelancaran anak-anak masuk sekolah.

Hal yang didiskusikan, antara lain tentang tim berangkat sekolah (kelompok anak-anak yang berbaris sama-sama saat berangkat pagi), tim jaringan komunikasi ketetanggaan (untuk menyampaikan pesan-pesan penting dari sekolah melalui telepon), keanggotaan PTA (Parent-Teacher Association), perlengkapan yang harus disediakan oleh orang tua untuk kebutuhan belajar di sekolah (dikasih daftarnya,.. panjang banget dan harus dibeli semua), teknis makan siang (karena kami tidak bisa makan makanan yang disediakan sekolah, hal ini dimungkinkan, antara lain sebab keagamaan atau alergi), dan teknis untuk waktu dan tempat melaksanakan sholat.

Untuk anak-anak muslim, sekolah-sekolah di Jepang khususnya di kota-kota besar yang saya tahu, sudah memaklumi dan mengetahui kebutuhan khusus tersebut. Dan sekolah mempersilakan membawa bekal makanan sendiri, serta menyediakan tempat yang bisa dipakai sholat.
kembali ke atas

Sekolah Gratis? Ah, masa sih?

Tidak ada biaya SPP, tidak pula biaya untuk buku cetak. Semua gratis. Namun tentu saja ada hal-hal atau beberapa kebutuhan yang perlu dibayar oleh orang tua. Apa saja?

Untuk makan siang di sekolah, orang tua harus membayar sejumlah uang. Tetapi tentu saja kalau dihitung harganya, disubsidi oleh pemerintah kota. Bisa lebih 50% subsidinya, dengan menu yang sehat, susu, buah, dan kalori yang dihitung dengan cermat. Sekitar 4000 Yen sebulan, tergantung jumlah hari aktif makan siang.

Untuk keluarga kurang mampu, biaya makan siang ini dapat direimburse ke kantor walikota untuk diganti 100%, jadi benar-benar gratis. Sebagai mahasiswa yang punya keluarga dan bergantung dari beasiswa, saya dan teman-teman yang membawa keluarga dikategorikan kepada keluarga yang boleh reimburse biaya makan siang tersebut…. (dianggap warga kurang mampu, walaupun bukan warga negara Jepang, hehehe).

Biaya lainnya adalah penyediaan barang-barang yang saya sebutkan di atas tadi. Listnya panjang sekali, banyak banget yang harus dibeli. Saya diberi waktu 5 hari untuk melengkapinya, sebelum hari pertama anak-anak masuk sekolah (bisa lebih sebenarnya, tergantung saya, kapan maunya anak-anak mulai sekolah).

Jadi, sejak kedatangan ke Jepang, sampai hari pertama anak-anak masuk sekolah, ada 2 minggu kosong untuk anak-anak liburan, hehehe.
kembali ke atas

Barang-barang kelengkapan sekolah

Mau tahu barang-barang apa yang dibutuhkan? Panjang listnya, dan harus dibeli sendiri. Beberapa yang saya ingat, antara lain:

  • Baju seragam olah raga, bisa dibeli di mal terdekat, tidak ada merk sekolahnya, hanya kaos putih dan celana pendek berwarna biru dongker.
  • Alat tulis (pensil, penghapus, pensil merah, spidol untuk menulis nama, serutan pensil, penggaris, alas menulis, paper box ukuran Folio, gunting, lem kertas, dsb).
  • Kertas origami, kertas kaligrafi, alat kaligrafi, alat melukis, alat menggambar (crayon dan pensil warna berbahan plastik/plastic crayon).
  • Seruling (untuk kelas 6) dan pianika (kelas 2)
  • Pelindung kepala (untuk gempa)
  • Alas kaki (sepatu indoor) dan sepatu khusus olahraga dalam ruangan
  • Tas kain untuk membawa peralatan
  • Tas kain untuk menyimpan baju olah raga
  • Tas kain untuk menyimpan sepatu olah raga
  • Topi red/white (赤白帽子 = akashiroboshi)
  • dll (lupa)
Buku Tulis SD

bagian dalam buku matematika dan bahasa

buku-tulis-sd

Buku tulis Matematika (sansuu) dan Bahasa (kokugo)

sepatu-sd

Sepatu indoor (di kelas dan ruang aula/olahraga indoor)

pelindung-kepala

Pelindung Kepala (bila gempa)

tas sd

Tas Sekolah SD

 

Untuk perlengkapan tersebut, bagi keluarga kurang mampu juga akan mendapatkan penggantian dari kantor walikota, ada limit maksimumnya, saya lupa. Tapi karena anak saya masuknya di pertengahan, masa pencairan tunjangan peralatan sekolah sudah lewat, tidak mendapat lagi. Tapi masih bisa mendapatkan tunjangan yang lain, yang jadwal pencairannya masih lama.

Baju seragam sekolah untuk SD tidak ada, jadi masih pakaian bebas. Yang mahal itu adalah tas sekolah. Tas anak SD bentuknya seragam, seperti tas yang dipakai Nobita, pada animasi Doraemon. Pada tahu kan? Nah, tas SD ini, warna dan coraknya boleh berbeda. Namun harganya sangat mahal untuk ukuran orang Indonesia. Di atas 1 juta rupiah. Rata-rata penawaran di mal dan  toko alat sekolah adalah 35.000 Yen (sekitar 4 juta) sampai 70.000 Yen. Biasanya yang berharga di atas 50.000 Yen, ada garansi selama anak sekolah SD. Apabila rusak akan diganti baru. Mahal ya? Ini harus diusahakan oleh orang tua.

Alternatifnya, daripada membeli baru, dapat mencari tas sekolah bekas, di mal atau toko yang menjual barang bekas, dengan kondisi yang masih bagus, dan harga yang jauh lebih murah, sekitar 3000 – 6000 Yen. Atau beli di Amazon, ada banyak pilihannya dengan harga yang beraneka macam. Untuk tas, tidak ada penggantian khusus dari kantor walikota. Tetapi sudah include dengan bantuan atau tunjangan awal tahun ajaran, yang besarnya bervariasi untuk setiap tingkatan kelas.
kembali ke atas

Tunjangan Wisata dan Kacamata

Selain itu, untuk anak kelas 5 dan 6, ada acara ensoku, jalan-jalan ke luar kota yang menginap. Anak kelas 5 berupa camping, anak kelas 6 pelesiran ke tempat wisata dan menginap di hotel. Untuk ensoku menginap 1 malam, biayanya sekitar 21000 Yen (2.4 juta rupiah). Nah, saya juga masih berhak mendapatkan tunjangan untuk ensoku tersebut, alias biayanya diganti oleh kantor walikota.

Tunjangan lainnya adalah kacamata, kalau anak-anak menggunakan. Biaya kacamata harus diajukan dalam formulir tersendiri ke kantor walikota, dengan menyertakan receipt pembelian.
kembali ke atas

Buku Pelajaran

Buku pelajaran (buku teks) semuanya gratis, dengan kualitas kertas yang super bagus (kertas glossy lho). Dan full gratis untuk semua kalangan, mampu dan kurang mampu. Di cover bukunya langsung ditulis harga 0000 Yen, seperti HET di kemasan obat di Indonesia.

Untuk buku tulis bagaimana? Buku tulis disediakan sekolah. Karena saat awal masuk anak-anak sudah lewat masa pemberian buku tulis, saya terpaksa beli sendiri dulu. Bentuknya pun beda-beda, ada yang untuk belajar hiragana, untuk berhitung (math), menggambar aktivitas (kalau guru sedang rapat), untuk belajar huruf kanji, dan lainnya. Nanti memasuki tengah tahun, ada lagi pemberian buku-buku tulis tersebut.

Untuk peralatan yang habis pakai ini (buku tulis), biayanya tetap ditagihkan kepada orang tua. Sekali lagi, untuk yang kurang mampu mendapatkan penggantian dari kantor walikota. Jadi, hampir benar-benar gratis kan, bagi masyarakat yang kurang mampu?
kembali ke atas

Pungutan Biaya dan Penggantian dari Kantor Walikota

Sekolah tidak pernah melakukan pungutan biaya-biaya di luar yang resmi, karena semua pungutan dilaporkan ke kantor walikota. Dan berdasarkan laporan tersebut,  tunjangan-tunjangan pengganti tadi dibayarkan kepada orang tua yang berhak. Jadi tidak susah-susah bikin laporan reimbursement, bikin-bikin kuitansi, dan sebagainya.

Jadwal pencairannya juga sudah fix ditentukan. Tepat tanggal pencairan tersebut, maka dana akan otomatis masuk ke rekening bank milik orang tua siswa. Nyaman sekali ya… ?

Ini nih yang perlu ditiru oleh pemerintah Indonesia, agar dana BOS benar-benar tepat sasaran.
kembali ke atas

Sudah cukup panjang, nanti InsyaAllah disambung lagi dengan hari pertama sekolah. Ceritanya tidak kalah seru.

Bersambung …. Hari Pertama Sekolah…

 

Wow… blog ini diduplikasi orang

Kaget, senang, susah, was-was, curiga, semua campur aduk, ketika Om ketemu blog yang mengambil/menjiplak/mengcopy bulat-bulat semua posting tulisan om … as it is.. alias apa adanya, termasuk picture, foto, about Om, dsb.

Kaget, karena ada juga yang menjiplak (alias plagiat) untuk mengisi blognya sendiri, dan dengan jiplakannya itu malah blog Om jadi tenggelam di Google. Ya salah om juga sih, sudah lama absen nulis, sehingga blognya jadi tidak update dan banyak sarang laba-labanya… hehehe. Padahal isi dari tulisan di blog Om tentang tips juara kelas sudah jelas mengatakan jangan menyontek apalagi menjiplak (belum pakai istilah plagiat ya.) Nah, kebetulan 2 tahun terakhir Om sedang meneliti tentang plagiarisme, sehingga mulai saat ini akan coba dipakai istilah tersebut biar dapat kata kunci pencarian baru dari Google.

Oh iya,.. Om sekarang lagi di Jepang, sedang jadi mahasiswa lagi biar dapat gelar Ph.D atau doktor (S3). Doain ya adik-adik… supaya bisa beres secepatnya dan tidak melebihi waktu beasiswanya. Om sampai di Jepang dengan beasiswa dari LPDP, di kampus yang lumayan keren dan top ranking universities, yaitu Tokyo Institute of Technology. Jadi harap maklum ya kalau blognya sempat mati suri.

Oleh karena itu, tips yang Om tulis di blog ini, bukan asal ngomong lho, semoga kalian bisa lebih baik dari Om, sekolah ke luar negeri, kampus top dunia, dan lebih muda berangkatnya. Kalau Om baru bisa ke luar negeri di atas 35 tahun, dan di tingkat S3, semoga kalian bisa mencapainya di usia sebelum 25 tahun, dan mulai dari S2 atau bahkan sejak S1. Kan keren tuh…

Senang, karena ada juga orang yang berminat dengan tulisan Om, dan menaruhnya di blognya. Artinya walaupun mungkin tulisannya jelek, tapi ada yang memakai,.. hehehe. Dan dengan bantuan jiplakan tersebut, pesan atau message yang ingin disampaikan kepada adik-adik pelajar, dapat tetap ditemukan oleh Google, di antara bejibun tulisan baru tentang tips juara kelas.

Susah, karena mungkin karena ada tulisan yang sama, maka blog Om jadi hilang di mesin pencari Google. Si mbah Google akan memilih dan menampilkan hasil pencarian dengan tanggal tulisan yang lebih mutakhir. Gimana Om enggak jadi susah hati karenanya, sebab untuk menulis blog, sering mikirnya lama, sampai begadang-begadang edit sana edit sini, agar bahasanya bisa nyambung sama bahasa-bahasa anak muda jaman sekarang,… Gak usah detail ah,.. soalnya nanti ada yang tersinggung kalau disebut sebagai generasi al*y. Om percaya kok, kamu yang sampai ke blog ini tidak termasuk, cuma kebetulan tumbuh dan berkembang di antara mereka. ..Peace…

Was-was,… jangan-jangan blog Om nanti bakalan ketemu di halaman 100 hasil pencarian Google. Lah, siapa yang mau browsing sampai halaman 100? sampai halaman 3 aja malas. Iya enggak?

Curiga, … jangan-jangan yang melakukan penjiplakan blog Om pakai aplikasi robot untuk mendeteksi tulisan-tulisan baru di blog Om, lalu dicopy juga ke blognya dia. Akhirnya tulisan di blog om bisa jadi obsolete terus. Dan selalu tenggelam. Wah… om harus cari tahu nih,… teknik yang dipakai oleh blogger yang pengennya instant dapat hit counter.

Mestinya gak boleh curiga, ya… karena sebagian  prasangka itu dosa. Kalau mau lihat sisi positifnya, ya itu tadi. Pesan atau message yang ingin Om sampaikan tetap bisa ditemukan oleh Google, walau barusan Om lihat sudah tenggelam ke halaman 3, karena banyaknya blog-blog atau website lainnya yang menulis tentang tips juara kelas.

Lanjut lagi deh, semoga bisa aktif lagi nulis blog ini, di sela-sela kejenuhan riset atau lagi mentok. Semoga bisa seger lagi habis nulis. Menginspirasi orang lain, semoga dampaknya kembali kepada diri sendiri, jadi terinspirasi untuk semangat lagi…. he..he..he.. Ganbatte.

Tips Juara (#5): Mental juara = Jujur

Saya lupa apa di tulisan sebelumnya sudah menyampaikan tips mengenai kejujuran. Sikap jujur adalah salah satu mental juara yang harus dimiliki setiap orang, tidak hanya calon juara. Mengapa saya tergerak menulis mengenai kejujuran ini?

Kejujuran adalah sifat yang mulai langka di Indonesia. Prihatin dengar banyak kasus penipuan, seperti surat menang undian berhadiah, ibu-ibu minta tolong transfer ATM, sampai kepada kasus mama minta pulsa dan adek di kantor polisi.  Lebih lagi kasus korupsi hampir di semua lini pemerintahan dan lembaga, mulai dari pusat sampai ke daerah, bahkan ke lingkungan yang lebih kecil seperti RT sampai kelurahan.

Di dunia akademik, pernah ada kasus yang lebih aneh lagi. Seorang anak brilian dan keluarganya dikucilkan, hanya karena sang anak waktu ujian UN tidak mau memberi contekan kepada temannya, dan kemudian melaporkan kecurangan temannya tersebut kepada pengawas ujian. Eh, malah si anak yang dimarahi oleh pengawas dan sekolahnya. Bahkan tetangga sekitar rumah mengucilkan dan mengusir mereka sekeluarga.

Kalau seperti ini, masyarakat kita sudah semakin sakit. Bagaimana bisa terbebas dari kemiskinan dan korupsi yang merajalela? Dari sekolah SD sudah terbiasa berbuat curang. Nanti sudah besar, kalau tidak bisa korupsi, ya menipu. Seperti papa minta saham, atau mama minta pulsa.

Nanti kalau sempat, insyaAllah saya akan menulis bagaimana anak-anak sekolah di Jepang mengembangkan karakter yang kuat tentang kejujuran, kebersamaan, dan kesungguhan berusaha. Semoga bisa menginspirasi kita untuk meningkatkan dan memperbaiki diri.

Jujur adalah pilihan hidup, termasuk untuk mencapai segala harapan, keinginan dan cita-cita.

Jujur adalah mental juara, Jujur adalah idealisme. Mempertahankan kejujuran lebih utama daripada mendapatkan harta kekayaan maupun gelar juara, namun dengan cara yang curang.

Lebih baik Juara karena jujur, daripada sudah tidak jujur, tidak pula dapat juara. Dan lebih baik kaya karena jujur, daripada tidak jujur tapi tidak juga bisa kaya. Was I right or was I right?

Membesarkan Generasi Juara

Kaget, … impresi pertama yang bisa saya kesankan pada kurikulum anak-anak SD jaman sekarang. Anak-anak yang baru bisa baca sudah dipaksa menghafal banyak istilah-istilah dan terminologi. Buku-buku paket sekolah sudah berisi teks-teks yang panjang berparagraf-paragraf. Apakah Depdiknas sudah matang menerapkan kurikulum seperti sekarang?

Mengawal anak pertama saya masuk sekolah SD di kelas 1, saya memutuskan untuk pindah dari Jakarta ke kota kecil nan sejuk di Sumatra, karena keluarga telah lebih dahulu pindah ke sana. Hal ini karena saya dikabarkan oleh istri bahwa si anak sudah depresi berat, tidak semangat dan malas sekolah, mungkin kerna merasa keluarganya tidak lengkap, kesepian dan tidak ada ayah yang mendampingi. Demi membesarkan calon Juara, saya rela melepaskan posisi yang sudah mapan, pekerjaan yang sudah settle dan aman, apalagi tengah krisis global tahap kedua.

Alhamdulillah, dengan model kurikulum sekarang, anak saya masih bisa dapat ranking 4. Kata gurunya, kebetulan ranking 2 sampai 4 nilainya sama, tetapi karena anak saya kurang aktif di kelas, jadinya ya dapat ranking 4. Cukup puas lah saya, soalnya mengingat hari-hari sekolah yang sering bolos, dan PR yang sering tidak buat, anak saya masih bisa dapat ranking 4. Apakah pendidikan di kota ini rendah? Oh tidak, banyak sekolah-sekolah bagus di sini. Kota ini juga merupakan kota asal dari banyak orang penting dan pahlawan nasional, tokoh pergerakan modern melawan penjajah generasi awal di Indonesia (th 1900an). Di samping itu juga, ranking 1 nasional UMPTN tahun 1995 (angkatan saya kuliah) berasal dari kota ini.

Si anak saya masukkan ke sekolah Islam swasta yang (mudah-mudahan) bagus. Soalnya baru 4 angkatan, jadi belum kelihatan banget kualitasnya. Namun dari segi fasilitas memang bagus. Kenapa tidak memilih sekolah negeri atau berstandar nasional bahkan Teladan? Pertama, karena anak saya belum cukup umur, yaitu minimal 6 tahun 3 bulan saat pendaftaran. Alasan kedua adalah karena kami belum yakin akan tetap tinggal di kota ini untuk seterusnya (masih belum permanen), jadi belum punya KTP di sini, sehingga rasanya bakalan susah masuk negeri, karena di sini masih pakai sistem RAYON. Ketiga, dengan kurikulum Plus (SD Islam), mudah-mudahan ada tambahan didikan agama dan akhlak yang baik, untuk bekal masa depannya kelak. So, pilihan SD swasta rasanya lebih cocok untuk situasi saat ini.

Trus, apa keluhannya? Untuk ukuran kurikulum seperti sekarang, saya rasa prestasi anak saya sudah bagus. Dibandingkan dengan jaman saya dulu, buku paket bahasa Indonesia tidak sampai 40 halaman, tulisannya besar-besar, dan satu halaman tidak banyak isinya. Sama juga pelajaran matematika dan lainnya. Tapi saat ini, buku-buku paket jadi tebal-tebal, satu hari anak bawa 3 sampai 4 buku paket, berat-berat, kasihan mereka yang berbadan kecil. Tidak hanya itu, berbagai definisi juga diajarkan untuk anak yang baru bisa baca. Memahami kalimat saja masih suka salah, eee…. ini sudah dikasih macam-macam definisi untuk dihafal dan dipahami. haduh,…. repot.

Karena kurikulum yang padat, anak-anak kelas 1 masuk jam 7.30, selesai jam 11. Karena SD plus, jam 11-12 diisi pelajaran agama, jam 12-13 mengaji/Iqra’ dan solat berjamaah. Jaman saya SD, anak kelas 1 masuk jam 8 pagi dan pulang jam 10. Kelas 2 pulang jam 11. Kelas 3 barulah sekolah 4 jam (waktu itu masuk siang, jam 13 – jam 17). Rasanya tidak heran kalau anak-anak jaman sekarang gampang bosan belajar, termasuk anak saya. Sehingga jadi sulit menyuruhnya belajar lagi di rumah, karena sudah capek dan lelah dijejali banyak materi di sekolahnya.

Apa yang dapat kita lakukan? Saat ini saya cuma bisa mengajak/menghimbau si anak untuk belajar. Tidak bisa dipaksa, karena akan timbul resistensi. Cuma kadang-kadang gerah juga, soalnya PR sering tidak buat, atau kalau buat juga sering salah karena malas baca buku tebal.

Yah,.. itulah kurikulum sekolah di Indonesia. Entah apa yang dipikirkan para penyusun kebijakan kita. Kasihan anak-anak. Kekurangan masa bermain dan masa kanak-kanak.

Membesarkan Generasi Juara,.. jaman sekarang sungguh berat. Karena bahan-bahan pelajaran yang membosankan bagi anak, saya rasa harus diubah. Berharap Depdiknas mencermati kembali kebijakan dan kurikulum yang sudah disusun.

Belajar Sabar dan Ikhlas

Sabar,…. adalah kata sakral yang amat berat dilaksanakan.  Akan mudah menyuruh atau meminta orang lain untuk bersabar, tetapi amat sulit kalau diri kita sendiri yang harus bersabar atas suatu hal yang menyangkut kepentingan kita sendiri.

  • sabar menunggu pelayanan
  • sabar menjalani orientasi sekolah
  • sabar melaksanakan suruhan orang tua
  • sabar mendegarkan ceramah ustadz/guru/orang tua
  • sabar mengerjakan tugas sampai selesai
  • sabar meniti karir sampai puncak
  • sabar kehilangan sesuatu
  • sabar menjalani ujian
  • sabar menerima hukuman
  • sabar bila ditimpa musibah
  • sabar menjadi hamba yang tak berdaya dan ikhlas menerima apa yang telah ditakdirkan

Kata-kata “sabar”, lebih sering terdengar saat adanya musibah atau kemalangan. Misalnya ketiga gempa Sumatera Barat sebesar 7.6 skala Richter, atau saat ada famili yang wafat, atau saat ditimpa kesusahan dan kemalangan lainnya.  Demikian juga dengan kata-kata “ikhlas”, biasanya beriringan dengan kata-kata “sabar” tersebut.

Masalah sabar dan ikhlas dalam menyikapi musibah dan kemalangan, saya tidak akan bahas di sini, karena tentu lebih banyak yang berkompeten dan yang lebih faham mengenai ini. Tapi sesuai dengan topik blog ini, kata-kata sabar dan ikhlas perlu saya sampaikan sebagai sifat dan sikap yang harus dimiliki seorang calon juara untuk menggapai cita-citanya, menjadi juara yang tak terkalahkan… cieeee…

Mau Juara?… Harus Bersabar !!! … Ah, masa’ iya?

Untuk meniti jalan menuju juara, tidaklah mudah. Karena menjadi juara berarti ada yang terkalahkan. Tidak ada juara tanpa persaingan. Karena itu menjadi juara harus dengan perjuangan.

Menjadi juara kelas di sekolah, perjuangannya adalah belajar dengan tekun, rajin buat PR, kerjakan latihan di buku tanpa disuruh, dan rajin mengulang pelajaran.

Sabar,…. harus diamalkan dalam menjalani perjuangan menjadi juara kelas tersebut. Sabar dalam belajar, walaupun pelajarannya sulit, sudah berkali-kali diulang tak ngerti-ngerti juga. Sabar kalau dikasih PR banyak oleh guru… walaupun berat harus dikerjakan. Kali aja ada soal-soal yang bakal keluar ulangan. Sabar kalau diceramahin guru gara-gara datang telat karena begadang buat tugas. Sabar kalau harus disuruh membersihkan wc sebagai hukuman. Sabar kalau teman2 pada datang ke rumah nanyain PR, dan banyak lagi aplikasi sabar yang mesti diamalkan, kalau mau juara.

Ikhlas,… juga mengiringi sifat sabar yang perlu diamalkan juga. Ikhlas kalau disuruh ngerjain PR sampai begadang. Ikhlas kalau PR-nya dipinjam apalagi dicontek, padahal mengerjakannya sampai enggak tidur (ini yang berat…). Ikhlas kalau ternyata di atas langit masih ada langit, … artinya masih ada teman lain yang belum terkalahkan sebagai juara,… ikhlas kalau sampai akhir masa kelulusan enggak juara-juara juga. hehehe.

Yah,… sabar dan ikhlas,… sifat terpuji yang perlu dimiliki bagi setiap orang yang bermental juara. Kalau mau juara, …belajar sabar dan ikhlas ya.